Inspirasinews – Toba, Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Sumatera Utara, Nawal Lubis, mengharapkan kriya ulos dan gorga Batak mendunia.
“Dengan mengawinkan kultur tradisi dan sentuhan modern, sehingga memiliki daya pakai lebih tinggi. Kain ulos dapat terus di lestarikan lintas zaman dan generasi. Lewat tangan kreatif anak bangsa, ulos bisa menjadi busana dan aksesoris yang elegan dan berkelas dunia,” ujar Nawal Lubis di dampingi Wakil Ketua Dekranas Sumut, Sri Ayu Mihari, saat bertemu perajin di kawasan Danau Toba di The Kaldera Toba Nomadic Escape, Kabupaten Toba, Senin (15/2/2021).
Danau Toba, sebut Nawal, merupakan salah satu destinasi wisata prioritas Indonesia. Selain keindahan alam yang memanjakan mata, masyarakat di kawasan ini juga masih menjaga keaslian khazanah budaya yang tercemin dalam produk kerajinan tangan atau kriya.
Sementara, Sri Ayu Mihari, menambahkan untuk mengembangkan kriya ulos dan gorga, warga Sumut harus di ajak turut bangga menggunakan hasil dari perajin daerah.
Ulos dan gorga adalah produk kriya asli Sumut untuk Indonesia, yang menjadi bagian kekayaan dan dari jari diri bangsa. “Mari kita lestarikan dan kembangkan untuk kesejahteraan bersama,” ajak Sri Ayu.
Sedangkan Ketua Dekranasda Taput, Satika Nikson Nababan, pada kesempatan itu memperlihatkan berbagai ragam kerajinan yang di hasilkan dari perajin yang ada di Taput, yakni Tenun Ikat yang menggunakan pewarna alam, kemudian di aplikasikan dalam bentuk outer, jaket bomber, serta jas dan kemaja dengan motif ulos ikat.
“Ulos ikat ini juga sudah di pasarkan di tingkat internasional. Kita juga masih membutuhkan pendampingan dan promosi oleh pemerintah pusat dan provinsi untuk menggalakkan lagi ragam kerajinan yang kami hasilkan. Kita juga aktif mengikuti fashion show, seperti Jakarta Fashion Week dan Indonesia Fashion Week sebagai salah satu upaya promosi,” ujarnya.
Dia juga menyampaikan, ulos ikat tersebut menggunakan pewarna alam, berasal dari tumbuhan mahoni, ketapang dan indigo. Untuk harga ulos ikat ini dijual dengan harga mulai Rp1.000.000 hingga belasan juta rupiah, tergantung tingkat kesulitan pembuatannya, semakin sulit harganya pun semakin mahal.
Ketua Dekranasda Kabupaten Humbang Hasundutan Lydia Dosmar Banjarnahor, juga memperkenalkan Kain Humbang Shibori yang dibuat dengan teknik jumputan menggunakan pewarna alam. Serta kain Humbang Ecoprint dan Batiq Humbang yang bahan pewarnaanya menggunakan dedaunan yang ada di sekitar Danau Toba.
“Ini sudah dijual hinggal ke luar negeri sampai Kanada, permintaan paling banyak ke Jakarta. Kita mulai dari tahun 2016 untuk melakukan pelatihan kursus shibori,” tambahnya. (insp01)