Inspirasinews – Jakarta, Pakar virus Universitas Brawijaya dr. Andrew William Tulle menyatakan penyemprotan disinfektan ke manusia yang saat ini marak dilakukan melalui bilik sterilisasi (disinfection chamber) tak efektif dan membahayakan.
“Transmisi virus (corona) ini melalui droplet yaitu cairan saluran pernafasan saat bersin, batuk atau bicara, masker kalau masker bedah yang lapis tiga bisa menyaring cairan mencegah penyebaran virus. Tapi kalau penyemprotan sesuai artikel terbaru yang diterbitkan WHO, kurang efektif,” jelas dr. Andrew William Tulle.
Pria yang juga dosen di Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Brawijaya ini menyatakan virus corona ketika sudah memasuki pernapasan seseorang, maka tak bisa dijangkau dengan semprotan antiseptik yang saat ini banyak terpasang di sejumlah tempat.
“Kalau orang tersebut sudah membawa virus di saluran pernapasannya, tidak bisa dijangkau oleh cairan antiseptik yang disemprotkan. Selain itu waktu paparan yang dibutuhkan minimal 20 detik, kalau disemprot (cairan disinfektan ke manusia) hanya beberapa detik, waktu paparannya juga kurang, sehingga kurang optimal,” terangnya.
Ia juga mengingatkan penyemprotan disinfektan melalui bilik sterilisasi ke manusia secara langsung akan berbahaya dan resiko terpapar kanker ke depannya.
“Ada resiko seperti itu (terkena kanker ke depannya), di bidang mikrobiologi ada dua istilah antiseptik dan disinfektan, kalau disinfektan adalah bahan yang digunakan untuk membunuh mikroorganisme pada benda mati,” tuturnya.
“Jadi kalau manusia terpapar bahan disinfektan, ada resiko atau kemungkinan muncul efek negatif. Efek jangka pendek bisa iritasi atau jangka panjang, bisa kemungkinan memicu kanker, karena bahan disinfektan peruntukannya bukan untuk makhluk hidup,” imbuhnya.
Sementara itu, Dompet Dhuafa yang memasang bilik sterilisasi (disinfection chamber) gratis di berbagai area publik, menjelaskan bahwa bilik cegah tangkal Corona Dompet Dhuafa menggunakan cairan antiseptik yang aman untuk tubuh manusia dan sudah sesuai dengan anjuran tenaga kesehatan dan farmakolog.
“Bukan cairan yang biasa dipakai untuk menyemprot fasilitas umum,” ujar drg. Imam Rulyawan MARS, Direktur Eksekutif Dompet Dhuafa.
Dari target 1.000 Bilik Cegah Tangkal Corona yang akan didistribusikan, sampai saat ini Dompet Dhuafa sudah masang 63 Disinfection Chamber di berbagai lokasi yang dibutuhkan seperti 44 Rumah Sakit dan Fasilitas Kesehatan, 4 Fasilitas Pendidikan, 10 Kantor Pelayanan Publik, 4 Fasilitas Umum dan 1 di stasiun MRT.
Ketua Crisis Center Cegah Tangkal Corona (CCCTC) dr. Yeni Purnamasari, MKM, penggunaan disinfection chamber merupakan salah satu upaya mengurangi kontaminasi virus dan bakteri yang menempel di permukaan pakaian atau benda, dengan cairan antiseptic yang aman dan konsentrasi yang sesuai dengan anjuran produk masing-masing. Dalam pemakaiannya perlu edukasi secara jelas dan tepat terkait dengan lama pemakaian, paparan tidak langsung terhadap mata dan tidak ditelan.
“Upaya ini tidak meninggalkan metode pencegahan transmisi penularan virus yang dapat melalui droplets dan menempel di pemukaan benda dengan upaya cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand sanitizer disetiap waktu yang dianjurkan untuk cuci tangan,” jelasnya.
dr Yeni memaparkan, komposisi bahan cairan antiseptic yang dipergunakan sebagai cairan pada Disinfection Chamber berupa antiseptic, yaitu chloroxylenol (4,8 %) dengan pengenceran 25 ml per 1 liter air atau benzalkonium klorida (1,1856 %) dengan pengenceran 45 ml per 1 liter air.
Lontaran serupa disampaikan Kabag Humas Pemkot Malang Nur Widianto. Dia memastikan, bilik sterilisasi pencegahan corona bernama Sico (Sico) buatan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya, yang dipasang di sejumlah tempat di Kota Malang bukanlah berbahan cairan disinfektan, melainkan cairan antiseptik.
“Sejak awal sebenarnya kita sudah membedakan antara antiseptik dan disinfektan. Kita pastikan bilik sterilisasi itu aman karena terbuat dari antiseptik, bukan disinfektan,” ungkap Nur Widianto.
Ia justru meminta masyarakat yang melakukan penyemprotan secara mandiri ke sejumlah orang yang masih menggunakan cairan disinfektan untuk dihentikan.
“Kita bedakan kalau disinfektan iu menyasar benda mati, kalau antiseptik itu digunakan untuk bilik sterilisasi yang langsung terkena manusia. Kita pesankan ke warga yang membuat penyemprotan secara swadaya untuk berhati – hati. Jangan sampai menggunakan campuran itu (cairan disinfektan) untuk manusia, tapi untuk benda mati,” terangnya.
Larangan penyemprotan cairan disinfektan ke manusia juga telah diatur WHO (World Health Organization) melalui artikelnya. Hal ini telah disampaikan Dekan FKUI Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, yang mengaku sempat berbincang dengan perwakilan WHO untuk Indonesia, Dr. Parani.
“Saya sempat berdiskusi dengan Dr.Parani WHO representative Indonesia dan beliau juga sama khawatirnya dengan saya. Bahwa penyemperotan disinfektan langsung ke tubuh kita, beliau menyebutkan Please Do not Spray disinfectant on people dan beliau juga menambahkan it may be harmful,” tukasnya.
Sebagai informasi di Kota Malang sejumlah bilik sterilisasi terpasang di fasilitas publik, seperti Balaikota Malang, stasiun, hingga rumah sakit. Bilik sterilisasi tersebut merupakan karya mahasiswa Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya yang dipesan oleh Pemkot Malang. (insp01/okz)