Inspirasinews – Medan, Warga Kelurahan Besar, Kecamatan Medan Labuhan mengakui daerah resapan air di wilayah itu berkurang, karena banyaknya bangunan yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Akibatnya, wilayah tersebut selalu menjadi langganan banjir.
“Sejak dari tahun 1992 sampai 2010, daerah kami ini tidak pernah banjir. Nah, berdirinya bangunan-bangunan itu menyebabkan wilayah ini selalu menjadi langganan banjir, karena berkurangnya resapan air,” sebut Zainal Usman, warga Lingkungan 11 pada sosialisasi Peraturan Daerah (Perda) Kota Medan Nomor 2 tahun 2015 tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Peraturan Zonasi Kota Medan tahun 2015-2035 yang dilaksanakan anggota DPRD Kota Medan, Sudari, di Komplek BTN, Kelurahan Besar, Kecamatan Medan Labuhan, Minggu (11/10/2020).
Zainal berharap, agar DPRD bersama Pemko Medan bisa meninjau ulang Perda RDTR dan Peraturan Zonasi Kota Medan itu, sehingga pengaturan pembangunan sesuai dengan peruntukkannya.
Senada dengan itu, Hasan Sagala dan Rahmat Hidayat, berharap revisi Perda RDTR bisa menjadikan wilayah Kecamatan Medan Labuhan terbebas dari banjir. “Jadi, mohonlah. Masyarakat ingin nyaman aja,” kata Hasan.
Menjawab keluhan itu Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN) DPRD Kota Medan, Sudari, mengatakan saat ini DPRD bersama Pemko Medan tengah membahas revisi Perda RTRW. “Pembahasan yang dilakukan bukan mengalihfungsikan kawasan, tetapi mengembalikan fungsi tanah sebagai hak masyarakat seperti semula,” katanya.
Dalam revisi itu, kata Sudari, Ruang Terbuka Hijau (RTH) menjadi perhatian, karena Kota Medan masih kekurangan RTH. “Berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007, RTH harus 30% dari total luas wilayah Kota Medan. Nah, RTH Kota Medan saat ini tidak sampai 10%,” katanya.
Makanya, sebut Sudari, wilayah Medan bagian utara sulit melakukan pembangunan karena RTH. “Ironisnya, tanah milik masyarakat dijadikan RTH. Kenapa ini terjadi, karena Pemko Medan belum mampu menyediakan tanah untuk RTH. Sah-sah saja Pemko Medan mau menjadikan milik masyarakat itu sebagai RTH, tapi harus beli,” tegas Sudari.

Kondisi yang sama, sebut Sudari, juga terjadi di Medan Labuhan, tepatnya di wilayah Martubung. “Banyak persoalan terjadi disini karena pengusaha tidak mematuhi RDTR. Dari simpang Martubung sebelah kiri, itu wilayah padat penduduk dan perdagangan. Sebelah kanan pergudangan dan sudah di Perda-kan. Tapi sekarang, hampir semua berdiri industri, akibatnya muncul masalah karena masyarakat menolak. Kita tidak anti investari, tapi Pemko Medan harus serius. Begitu peraturan ditetapkan, siapkanlah fasilitas pendukungnya,” ungkapnya.
Apalagi, sambung Wakil Ketua Komisi II ini, berdasarkan RPJMD pembangunan Kota Medan mengarah ke bagian utara. Karenanya, sebut Sudari, Perda RDTR tidak akan bisa dirubah jika tidak dirubah RTRW-nya. “Kalau RTRW tidak direvisi, maka revisi RDTR juga tidak bisa dilakukan. Kita serius untuk ini dan akan terus kita kawal,” pungkasnya.
Diketahui, Perda Nomor 2 tahun 2015 tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Peraturan Zonasi Kota Medan tahun 2015-2035 itu sendiri telah diundangkan di lembaran Pemko Medan pada 5 Oktober 2015 yang terdiri dari 15 Bab dan 97 Pasal. (insp01)