Inspirasinews – Jakarta, Gubernur Sumatera Utara (Sumut), Muhammad Bobby Afif Nasution, dan tujuh (7) Gubernur teken komitmen percepat berantas Tuberkulosis (TBC). Kedelapan provinsi ini memiliki beban tertinggi dalam penuntasan tuberkulosis.
Bobby Nasution dan 7 Gubernur teken komitmen percepat berantas TBC itu usai menghadiri Forum Delapan Gubernur Penuntasan Tuberkulosis di Sasana Bhakti Praja (SBP) Kemendagri, Jalan Medan Merdeka Utara Nomor 7, Jakarta, Selasa (26/8/2025).
Provinsi yang menandatangani komitmen bersama itu, yakni Sumut, Banten, Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Sulawesi Selatan (Sulses). “Tentunya ini perlu kerja sama dengan semua pihak, terutama Bupati/Wali Kota agar penyelesaian yang kita lakukan bisa cepat dan masif,” kata Bobby.
Komitmen yang ditandatangani itu, sebut Bobby, antara lain memasukkan indikator TBC ke RPJMD, mengkoordinir kegiatan penanggulangan TBC, peningkatan standar pelayanan TBC (SPM), menemukan kasus, pendataan kasus, pengobatan untuk pencegahan, membuat kebijakan dan mencapai target indikator.
“Dari komitmen tersebut, ada target indikator yang harus kita capai seperti menemukan kasus 90%, SPM 100%, kasus sensitif obat, kasus resisten obat, terapi untuk pecegahan dana lainnya. Ini bukan pekerjaan yang mudah, jadi harus kita kerjakan bersama dengan teliti dan cepat,” kata Bobby.
Sebelumnya Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, mengatakan pihaknya akan terus memantau perkembangan penanganan TBC di Indonesia. Berdasarkan data Global Tuberculosis Report 2024, Indonesia berada di peringkat kedua kasus TBC, yakni 1.090.000 kasus dengan kematian sekitar 125.000 orang.
“Kalau di delapan provinsi ini bisa kita tekan, angkanya (kasus TBC Indonesia) akan berkurang jauh, jadi siap-siap nanti akan kami tagih, pada waktu pertemuan selanjutnya,” kata Tito.
Sementara Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, mengatakan rata-rata kasus kematian TBC di Indonesia adalah dua orang dalam lima menit. Oleh karena itu, tugas utama dalam penanganan TBC adalah menemukan orang yang terinfeksi secepatnya.
“Sama seperti covid, kita menemukan dulu yang sakitnya siapa, karena dia penyakit menular, kalau tidak kita temuan, dia akan nular ke semua orang, setelah itu kita beri obat selama dua minggu, agar dia tidak nularin dulu, kemudian dilanjutkan dengan pengobatan enam bulan,” kata Menkes. (sat)