Medan

Sudari Minta Disnaker Bentuk Satgas Perlindungan Buruh

Spread the love

Inspirasinews – Medan, Ketua Komisi II DPRD Kota Medan, Sudari, minta Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kota Medan bentuk Satuan Tugas (Satgas) Perlindungan Buruh di Kota Medan. Sebab, hingga kini masih banyak buruh atau pekerja di Kota Medan tidak mendapatkan hak-hak normatifnya dari perusahaan tempat bekerja.

Sudari minta Disnaker Kota Medan bentuk Satgas Perlindungan Buruh itu menjawab wartawan di Medan, Kamis (22/6/2023) menyikapi masih banyaknya buruh atau pekerja di Kota Medan tidak mendapatkan hak-hak normatif dari perusahaan tempat bekerja.

Di antara hak normatif  itu, sebut Sudari, seperti upah minimal setara Upah Minimum Kota (UMK), upah lembur, terdaftar sebagai peserta BPJS  Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan serta sejumlah hak-hak lainnya.

Faktanya, kata Sekretaris DPD PAN Kota Medan itu, masih sangat banyak pekerja dibayar di bawah UMK, lembur tidak dibayar, tidak punya BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.

“Tentunya hal ini telah melanggar aturan. Ini tidak boleh dibiarkan oleh Pemkot Medan. Makanya, Satgas Perlindungan Buruh harus segera di bentuk,” pintanya.

Setelah terbentuk, sambung Sudari, nantinya Satgas Perlindungan Buruh harus membuat nomor layanan pengaduan atau call centre sebagai wadah untuk memudahkan pekerja mengadukan berbagai persoalan menyangkut hak pekerja yang tidak diberikan oleh perusahaan.

“Selama ini banyak pekerja takut melapor, karena mereka takut dipecat. Makanya, harus ada call centre. Selain memudahkan untuk mengadu, pekerja juga dapat lebih berani dalam melaporkan adanya pelanggaran. Dan yang pasti, Disnaker harus segera menindaklanjuti setiap aduan yang masuk,” imbaunya.

Kemudian, tambah legislator asal Dapil II meliputi Kecamatan Medan Labuhan, Medan Marelan dan Medan Belawan itu, setiap perusahaan di Kota Medan tidak boleh menyalahartikan program Universal Health Coverage (UHC) yang diterapkan Pemkot Medan.

“Sejak adanya program UHC, terdapat beberapa perusahaan tidak mendaftarkan ataupun membayarkan iuran BPJS Kesehatan pekerjanya, khususnya pekerja ber-KTP Kota Medan. Mereka (perusahaan, red) berdalih pekerja tersebut telah memiliki jaminan kesehatan berupa UHC,” katanya.

Padahal, lanjut Sudari, UHC diterapkan Pemkot Medan untuk memberikan jaminan kesehatan kepada warga yang belum atau tidak memiliki jaminan kesehatan. Sementara yang berstatus sebagai tenaga kerja, wajib memiliki jaminan kesehatan yang ditanggung oleh perusahaan. “Jadi, UHC ini jangan di salah-artikan oleh perusahaan,” tegasnya.

Adapun contoh pekerja tidak mendapatkan hak normatifnya, jelas Sudari, seperti Afandi Pohan. Dia merupakan karyawan outsourching PT. Agung Cakra Nusantara.

Saat ini kondisi Afandi harus mengalami cacat permanen, karena harus kehilangan tangan kirinya akibat kecelakaan kerja. Selain tangan kiri harus diamputasi, tangan kanan juga mengalami cacat permanen. Bahkan, kedua kaki Afandi juga mengalami luka bakar serius.

Mirisnya, kata Sudari, perusahaan tempat Afandi bekerja tidak mendaftarkannya sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan sebagai bentuk perlindungan kecelakaan kerja bagi pekerja.

Atas kondisi itu, sebut Sudari, Komisi II pun telah mengundang Afandi dan pihak terkait untuk menyelesaikan persoalan tersebut, khususnya untuk meminta pertanggungjawaban pihak perusahaan yang mempekerjakannya.

“Ini salah satu contoh, Satgas Perlindungan Buruh harus segera dibentuk. Jangan biarkan lagi ada perusahaan yang semena-mena mempekerjakan buruh tanpa memenuhi hak-hak normatifnya. Dalam kasus seperti yang dialami Afandi ini, pemerintah harus hadir dan membela hak warganya. Saya atas nama Ketua Komisi II siap memperjuangkan hak Afandi yang diabaikan oleh perusahaan tempatnya bekerja,” pungkasnya. (sat)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *